Jumat, 22 Juni 2012

proses pembentukan perilaku menyimpang


Proses Pembentukan Perilaku Menyimpang

a. Faktor Biologis
Cesare Lombrosso, seorang kriminolog dari Italia, dalam bukunya Crime, Its Causes and Remedies (1918) memberikan gambaran tentang perilaku menyimpang yang dikaitkan dengan bentuk tubuh seseorang. Dengan tegas, Lombrosso mengatakan bahwa ditinjau dari segi biologis penjahat itu keadaan fisiknya kurang maju apabila dibandingkan dengan keadaan fisik orang-orang biasa. Lombrosso berpendapat bahwa orang yang jahat dicirikan dengan ukuran rahang dan tulang-tulang pipi panjang, kelainan pada mata yang khas, tangan beserta jari-jarinya dan jari-jari kaki relatif besar, serta susunan gigi yang abnormal.
Sementara itu William Sheldon, seorang kriminolog Inggris dalam bukunya Varieties of Delinquent Youth (1949) membedakan bentuk tubuh manusia yang mempunyai kecenderungan melakukan penyimpangan ke dalam tiga bentuk, yaitu endomorph, mesomorph, dan ectomorph yang masing-masing memiliki ciri-ciri tertentu.
1) Endomorph (Bulat dan Serba Lembek)
Orang dengan bentuk tubuh ini menurut kesimpulannya dapat terpengaruh untuk melakukan perilaku menyimpang, karena sangat mudah tersinggung dan cenderung suka menyendiri.
2) Mesomorph (Atletis, Berotot Kuat, dan Kekar)
Orang dengan bentuk tubuh seperti ini sering menunjukkan sifat kasar dan bertekad untuk menuruti hawa nafsu atau keinginannya. Bentuk demikian ini biasanya identik dengan orang jahat yang paling sering melakukan perilaku menyimpang.
3) Ectomorph (Kurus Sekali dan Memperlihatkan Kelemahan Daya)
Orang yang seperti ini selalu menunjukkan kepasrahan, akan tetapi apabila mendapat penghinaan-penghinaan yang luar biasa tekanan jiwanya dapat meledak, dan barulah akan terjadi perilaku menyimpang darinya.

b. Faktor Psikologis
Banyak ahli sosiologi yang cenderung untuk menerima sebab-sebab psikologis sebagai penyebab pembentukan perilaku menyimpang. Misalnya hubungan antara orang tua dan anak yang tidak harmonis. Banyak orang meyakini bahwa hubungan antara orang tua dan anak merupakan salah satu ciri yang membedakan orang 'baik' dan orang 'tidak baik'. Sikap orang tua yang terlalu keras maupun terlalu lemah seringkali menjadi penyebab deviasi pada anak-anak.

c. Faktor Sosiologis
Dari sudut pandang sosiologi, telah banyak teori yang dikembangkan untuk menerangkan faktor penyebab perilaku menyimpang. Misalnya, ada yang menyebutkan kawasan kumuh ( slum ) di kota besar sebagai tempat persemaian deviasi dan ada juga yang mengatakan bahwa sosialisasi yang buruk membuat orang berperilaku menyimpang. Selanjutnya ditemukan hubungan antara 'ekologi' kota dengan kejahatan, mabuk-mabukan, kenakalan remaja, dan bunuh diri. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan beberapa sebab atau proses terjadinya perilaku menyimpang ditinjau dari faktor sosiologis.

1) Penyimpangan sebagai Hasil Sosialisasi yang Tidak Sempurna
Menurut teori sosialisasi, perilaku manusia, baik yang menyimpang maupun yang tidak dikendalikan oleh norma dan nilai yang dihayati. Apabila sosialisasi tidak sempurna akan menghasilkan perilaku yang menyimpang. Sosialisasi yang tidak sempurna timbul karena nilai-nilai atau norma-norma yang dipelajari kurang dapat dipahami dalam proses sosialisasi, sehingga seseorang bertindak tanpa memperhitungkan risiko yang akan terjadi.
Contohnya anak sulung perempuan, dapat berperilaku seperti laki-laki sebagai akibat sosialisasi yang tidak sempurna di lingkungan keluarganya. Hal ini terjadi karena ia harus bertindak sebagai ayah, yang telah meninggal. Di pihak lain, media massa, terutama sering menyajikan gaya hidup yang tidak sesuai dengan anjuran-anjuran yang disampaikan dalam keluarga atau sekolah. Di dalam keluarga telah ditanamkan perilaku pemaaf, tidak balas dendam, mengasihi, dan lain-lain, tetapi di televisi selalu ditayangkan adegan kekerasan, balas dendam, fitnah, dan sejenisnya. Nilai-nilai kebaikan yang ditawarkan oleh keluarga dan sekolah harus berhadapan dengan nilai-nilai lain yang ditawarkan oleh media massa, khususnya televisi. Proses sosialisasi seakan-akan tidak sempurna karena adanya saling pertentangan antara agen sosialisasi yang satu dengan agen yang lain, seperti antara sekolah dan keluarga berhadapan dengan media massa. Lama kelamaan seseorang akan terpengaruh dengan cara-cara yang kurang baik, sehingga terjadilah penyimpanganpenyimpangan dalam masyarakat.

2) Penyimpangan sebagai Hasil Sosialisasi dari Nilai- Nilai Subkebudayaan Menyimpang
Shaw dan Mc. Kay mengatakan bahwa daerah-daerah yang tidak teratur dan tidak ada organisasi yang baik akan cenderung melahirkan daerah kejahatan. Di daerahdaerah yang demikian, perilaku menyimpang (kejahatan) dianggap sebagai sesuatu yang wajar yang sudah tertanam dalam kepribadian masyarakat itu. Dengan demikian, proses sosialisasi tersebut merupakan proses pembentukan nilai-nilai dari subkebudayaan yang menyimpang.
Contohnya di daerah lingkungan perampok terdapat nilai dan norma yang menyimpang dari kebudayaan setempat. Nilai dan norma sosial itu sudah dihayati oleh anggota kelompok sebagai proses sosialisasi yang wajar. Perilaku menyimpang seperti di atas merupakan penyakit mental yang banyak berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat. Sehubungan dengan itu kita mengenal konsep anomie yang dikemukakan oleh Emile Durkheim . Anomie adalah keadaan yang kontras antara pengaruh subkebudayaan-subkebudayaan dengan kenyataan sehari-hari dalam masyarakat. Indikasinya adalah masyarakat seakan-akan tidak mempunyai aturan-aturan yang dijadikan pegangan atau pedoman dan untuk ditaati bersama.
Akibat tidak adanya keserasian dan keselarasan, normanorma dalam masyarakat menjadi lumpuh dan arahnya menjadi samar-samar. Apabila hal itu berlangsung lama dalam masyarakat, maka besar pengaruhnya terhadap proses sosialisasi. Anggota masyarakat akan bingung dan sulit memperoleh pedoman. Akhirnya, mereka memilih cara atau jalan sendiri-sendiri. Jalan yang ditempuh tidak jarang berupa perilaku-perilaku yang menyimpang.

3) Proses Belajar yang Menyimpang
Mekanisme proses belajar perilaku menyimpang sama halnya dengan proses belajar terhadap hal-hal lain yang ada di masyarakat. Proses belajar itu dilakukan terhadap orang-orang yang melakukan perbuatan menyimpang. Misalnya, seorang anak yang sering mencuri uang dari tas temannya mula-mula mempelajari cara mengambil uang tersebut mulai dari cara yang paling sederhana hingga yang lebih rumit. Cara ini dipelajarinya melalui media maupun secara langsung dari orang yang berhubungan dengannya. Penjelasan ini menerangkan bahwa untuk menjadi penjahat kelas 'kakap', seseorang harus mempelajari terlebih dahulu bagaimana cara yang paling efisien untuk beroperasi.

4) Ikatan Sosial yang Berlainan
Dalam masyarakat, setiap orang biasanya berhubungan dengan beberapa kelompok yang berbeda. Hubungan dengan kelompok-kelompok tersebut akan cenderung membuatnya mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok yang paling dihargainya. Dalam hubungan ini, individu tersebut akan memperoleh pola-pola sikap dan perilaku kelompoknya. Apabila pergaulan itu memiliki pola-pola sikap dan perilaku yang menyimpang, maka kemungkinan besar ia juga akan menunjukkan pola-pola perilaku menyimpang. Misalnya seorang anak yang bergaul dengan kelompok orang yang sering melakukan aksi kebut-kebutan di jalan raya. Kemungkinan besar dia juga akan melakukan tindakan serupa.

5) Ketegangan antara Kebudayaan dan Struktur Sosial
Setiap masyarakat tidak hanya memiliki tujuan-tujuan yang dianjurkan oleh kebudayaannya, tetapi juga caracara yang diperkenankan oleh kebudayaannya itu untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan. Apabila seseorang tidak diberi peluang untuk menggunakan caracara ini dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, maka kemungkinan besar akan terjadi perilaku menyimpang. Misalnya dalam sebuah perusahaan, pengusaha memberikan upah kepada buruhnya di bawah standar UMK. Hal itu apabila dibiarkan berlarut-larut, maka ada kemungkinan si buruh akan melakukan penyimpangan, seperti melakukan demonstrasi atau mogok kerja.

kebudayaan dongson


DONGSON
Makin meningkatnya kehidupan social ekonomi manusia makavterjadi pula peningkatan bentuk kehidupan dari masa sebelumnya. Peningkatan ini terutama dalam hal pengolahan logam, khususnyaperunggu dan besi. Dengan peningkatan tersebut dapat disimpulkan bahwa telah terdapat kelompok masyarakat dengan pembagian kerja yang baik. Pembagian ini tidak hanya meliputi pembuatan dari logam, tetapi juga dibidang-bidang lain. Oleh karena itu masyarakat perundagian telah menampakkan ciri-ciri masyarakat yang teratur.
Pada zaman ini ditemukan beberapa jenis benda-benda hasil kebudayaan Bachson-Hoabinh antara lain:
a.       Pebble adalah jenis kapak genggam mesolithikum yang sering juga di sebut kapak sumatera.
b.      Hache Courti (kapak pendek) yang mempunyai bentuk bulat dan panjang.
c.       Batu gilingan kecil yang berfungsi menggiling makanan dan bahan pewarna untuk berhias.
d.      Kapak proto-Neolithikum yang sudah halus
e.      Pecahan tembikar
Pada kebudayaan bacson – hoabinh dan dongson masyarakat menganut kepercayaan berupa animisme (kepercayaan yang memuja arwah dari nenek moyang) dan dinamisme (kepercayaan pada benda-benda tertentu baik benda hidup maupun mati, bahkan juga benda – benda ciptaan yang mempunyai kekuatan gaib yang dianggap akan membawa pengaruh baik bagi masyarakat). Lukisan babi-rusa yang banyak ditemukan digua-gua diwilayah Leang-leang Maros. Usia lukisan itu diperkirakan 4 ribu tahun. Menurut penafsiran, diperkirakan lukisan tersebut adalah lukisan magis yang mempunyai tujuan tertentu.

Teknologi pada Kebudayaan Dongson :
a.       Tehnik Bivalve
b.      Tehnik bivalve atau tehnik setangkup adalah tehnik cetakan dengan menggunakan dua alat cetak yang dijadikan satu dan dapat ditangkupkan. Alat cetak itu diberi lubang pada bagian atasnya. Dari lubang itu dituangkan logam yang telah dicairkan. Apabila cairan itu sudah dingin, cetakan dibuka. Selesailah pengerjaannya. Cetakan setangkup ini dapat digunakan berkali-kali. Contoh dari hasil cetakan ini adalah nekara.
c.       Tehnik cetakan lilin (A Cire Perdue)
d.      Pembuatan barang dengan tehnik a cire perdue dilakukan dengan membuat model dari lilin terlebih dahulu. Lilin dibungkus dengan tanah liat dan bagian atasnya diberi lubang. Tanah liat kemudian dibakar sehingga lilin akan mencair dan keluar dari lubang yang telah dibuat. Tanah liat yang kosong tadi selanjutnya diisi dengan cairan perunggu. Setelah dingin dan kental, tanah liat pembungkus tadi dihancurkan. Cetakan ini hanya dapat dipakai sekali. Contoh dari hasil cetakan ini hanya untuk mencetak benda-benda kecil (arca-arca kecil).
e.      Benda-benda yang dihasilkan dari pengolahan logam pada zaman perundagian antara lain adalah nekara perunggu, kapak perunggu, bejana perunggu, arca-arca perunggu, dan perhiasan. Adapun benda-benda dari besi antara lain mata kapak, mata sabit,  mata pisau, mata pedang, cangkul dan tongkat.

kebudayaan bachson hoabinh

BACHSON-HOABINH
a.   Ciri khas : penyerpihan.
b.   Pada satu atau dua sisi permukaan batu yang berukuran lebih kurang satu kepala. hasil penyerpihan yaitu menunjukan berbagai berbentuk seperti lonjong, segi empat segi tiga dan beberapa diantaranya mempunyai bentuk pinggang.
c.    Menurut C.F Gorman, penemuan alat-alat batu paling banyak ditemukan dalam penggalian di pegunungan di batu kapur di daerah Vietnam dibagian utara, yaitu didaerah Bachson pegunungan Hoabinh. bahkan di gua Xom Trai ditemukan alat-alat batu yang sudah diasah tajam. Alat-alat batu dari gua itu diperkirakan berasal dari 18000 tahun yang lalu. Kemudian dalam pengembangannya, alat-alat batu tersebar dan berhasil ditemukan, hampir diseluruh daerah Asia Tenggara, baik daratan maupun kepulauan, termasuk wilayah Indonesia.

Hasil kebudayaan bascon-hoabinh di Indonesia:
1. Kapak Genggam: Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble atau kapak Sumatera (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu di pulau Sumatera.
2. Kapak Dari Tulang dan Tanduk: Di sekitar daerah Nganding dan Sidorejo dekat Ngawi, Madiun (Jawa Timur) ditemukan kapak genggam dan alat-alat dari tulang dan tanduk. Alat-alat dari tulang tersebut bentuknya ada yang seperti belati dan ujung tombak yang bergerigi pada sisinya. Adapun fungsi dari alat-alat tersebut adalah untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah, serta menangkap ikan.
3. Flakes: Flakes berupa alat alat kecil terbuat dari batu yang disebut dengan flakes atau alat serpih. Flakes selain terbuat dari batu biasa juga ada yang dibuat dari batu-batu indah berwarna seperti calsedon.
Flakes mempunyai fungsi sebagai alat untuk menguliti hewan buruannya, mengiris daging atau memotong umbi-umbian. Jadi fungsinya seperti pisau pada masa sekarang. Selain ditemukan di Sangiran flakes ditemukan di daerah-daerah lain seperti Pacitan, Gombong, Parigi, Jampang Kulon, Ngandong (Jawa), Lahat (Sumatera), Batturing (Sumbawa), Cabbenge (Sulawesi), Wangka, Soa, Mangeruda (Flores).

Teknologi pada kebudayaan bachson-hoabinh :
Pada zaman ini ditemukan beberapa jenis benda-benda hasil kebudayaan Bachson-Hoabinh antara lain:
—  Pebble adalah jenis kapak genggam mesolithikum yang sering juga di sebut kapak sumatera.
        Hache Courti (kapak pendek) yang mempunyai bentuk bulat dan panjang.
—  Batu gilingan kecil yang berfungsi menggiling makanan dan bahan pewarna untuk   berhias.
—  Kapak proto-Neolithikum yang sudah halus
—  Pecahan tembikar